BATAM NANTI - Persoalan limbah minyak hitam (sludge oil) yang mencemari laun, bukan cuma menimpa Kabupaten Karimun. Daerah lain, seperti Kabupaten Bintan dan Kota Batam juga kerap mendapat masalah yang sama.
Masalah tersebut juga sudah berulang kali terjadi, namun tak juga mendapat kepastian kapan bisa teratasi. Penyebabnya, salah satunya karena limbah minyak hitam itu disinyalir berasal dari perairan internasional yakni di wilayah Selat Malaka yang merupakan salah satu jalur lintas laut tersibuk di dunia.
Catatan Haluan Kepri, di Kota Batam, wilayah perairan yang kerap terkena 'serangan' limbah sludge oil ini di antaranya perairan Batam Centre dan Nongsa. Sedangkan di Bintan, melanda kawasan pariwisata di Bintan Resort Lagoi.
Masyarakat nelayan, lembaga swadaya masyarakat, aktivis lingkungan, akademisi dan sejumlah legislator telah sering bersuara, meminta pemerintah membawa persoalan ini ke tingkat pusat, mengingat sumber masalahnya berada di perairan internasional yang melibatkan setidaknya tiga negara yakni Indonesia, Malaysia dan Singapura.
"Kami bersama warga nelayan di sini sudah berusaha mengumpulkan tumpahan minyak hitam ini. Hal ini kami lakukan supaya kami bisa segera turun ke laut. Lihat saja, perahu dan jala kami juga terkena limbah minyak hitam ini. Rencananya besok kami akan bergotong royong lagi," ujar Wati salah seorang warga Kampung Belian, Nongsa kepada wartawan koran ini, setahun silam.
Menurutnya limbah minyak hitam tersebut membuat kehidupan para nelayan semakin sulit. Nelayan di kampung itu tak bisa melaut, karena laut di kawasan itu sudah tercemar. Sementara mereka semua adalah nelayan tradisional yang mencari ikan di laut dangkal.
"Bakau dan tumbuhan lainnya sudah tercemar. Kita bingung harus bagaimana membersihkan limbah ini," kata Arfah, warga lainnya.
Selain mencemari pantai dan tumbuhan yang ada di sepanjang Pantai Tanjung Memban, limbah minyak juga dikeluhkan warga telah membuat tangan dan kaki warga diserang penyakit kulit.
"Banyak warga terserang penyakit gatal-gatal. Limbah minyak ini juga sangat bau," ujarnya.
Dari Bintan, Ketua DPRD Bintan Lamen Sarihi mengatakan, pihaknya telah melakukan konsultasi ke Kementerian Lingkungan Hidup di Jakarta terkait limbah minyak hitam yang diduga berasal perairan internasional yang muncul setiap musim utara. Dan pihak Kementerian menegaskan bahwa masalah ini memang harus diselesaikan antar negara.
Apalagi limbah tersebut datang ke perairan Bintan setiap musim utara cukup banyak mencapai sekitar 20 ton. Hal ini harus menjadi menjadi perhatian serius. Lamen pun sudah meminta agar Pemerintah Kabupaten Bintan melakukan koordinasi dengan TNI AL, Polair dan KPLP untuk melaksanakan operasi gabungan dalam menjaga laut Bintan dari pencemaran limbah tersebut.
Begitu pula dengan Pemerintah Singapura kata Lamen, mewajibkan setiap kapal yang memasuki negaranya harus dalam keadaan bersih. Ia mengkhawatirkan, dalam rangka membersihkan kapal asing tersebut mereka mencuci kapal di perairan yang arusnya menuju ke Bintan. Sehingga kotoran dari pembersihan kapal tersebut menimpa Bintan.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Sutarman, ketika masih menjabat Kepala Kepolisian Daerah Kepulauan Riau medio 2007 silam pernah menyorot kasus ini. Dia pun berjanji akan menindaklanjuti kasus pembuangan limbah jenis sludge oil yang telah mencemari sebahagian besar perairan di Kepri khususnya di Kota Batam.
"Kita akan tindaklanjuti kasus pembuangan limbah minyak yang mencemari perairan yang mengakibatkan kerugian bagi para nelayan," kata Sutarman kepada wartawan di Batam Centre, ketika itu.
Masalah tersebut juga sudah berulang kali terjadi, namun tak juga mendapat kepastian kapan bisa teratasi. Penyebabnya, salah satunya karena limbah minyak hitam itu disinyalir berasal dari perairan internasional yakni di wilayah Selat Malaka yang merupakan salah satu jalur lintas laut tersibuk di dunia.
Catatan Haluan Kepri, di Kota Batam, wilayah perairan yang kerap terkena 'serangan' limbah sludge oil ini di antaranya perairan Batam Centre dan Nongsa. Sedangkan di Bintan, melanda kawasan pariwisata di Bintan Resort Lagoi.
Masyarakat nelayan, lembaga swadaya masyarakat, aktivis lingkungan, akademisi dan sejumlah legislator telah sering bersuara, meminta pemerintah membawa persoalan ini ke tingkat pusat, mengingat sumber masalahnya berada di perairan internasional yang melibatkan setidaknya tiga negara yakni Indonesia, Malaysia dan Singapura.
"Kami bersama warga nelayan di sini sudah berusaha mengumpulkan tumpahan minyak hitam ini. Hal ini kami lakukan supaya kami bisa segera turun ke laut. Lihat saja, perahu dan jala kami juga terkena limbah minyak hitam ini. Rencananya besok kami akan bergotong royong lagi," ujar Wati salah seorang warga Kampung Belian, Nongsa kepada wartawan koran ini, setahun silam.
Menurutnya limbah minyak hitam tersebut membuat kehidupan para nelayan semakin sulit. Nelayan di kampung itu tak bisa melaut, karena laut di kawasan itu sudah tercemar. Sementara mereka semua adalah nelayan tradisional yang mencari ikan di laut dangkal.
"Bakau dan tumbuhan lainnya sudah tercemar. Kita bingung harus bagaimana membersihkan limbah ini," kata Arfah, warga lainnya.
Selain mencemari pantai dan tumbuhan yang ada di sepanjang Pantai Tanjung Memban, limbah minyak juga dikeluhkan warga telah membuat tangan dan kaki warga diserang penyakit kulit.
"Banyak warga terserang penyakit gatal-gatal. Limbah minyak ini juga sangat bau," ujarnya.
Dari Bintan, Ketua DPRD Bintan Lamen Sarihi mengatakan, pihaknya telah melakukan konsultasi ke Kementerian Lingkungan Hidup di Jakarta terkait limbah minyak hitam yang diduga berasal perairan internasional yang muncul setiap musim utara. Dan pihak Kementerian menegaskan bahwa masalah ini memang harus diselesaikan antar negara.
Apalagi limbah tersebut datang ke perairan Bintan setiap musim utara cukup banyak mencapai sekitar 20 ton. Hal ini harus menjadi menjadi perhatian serius. Lamen pun sudah meminta agar Pemerintah Kabupaten Bintan melakukan koordinasi dengan TNI AL, Polair dan KPLP untuk melaksanakan operasi gabungan dalam menjaga laut Bintan dari pencemaran limbah tersebut.
Begitu pula dengan Pemerintah Singapura kata Lamen, mewajibkan setiap kapal yang memasuki negaranya harus dalam keadaan bersih. Ia mengkhawatirkan, dalam rangka membersihkan kapal asing tersebut mereka mencuci kapal di perairan yang arusnya menuju ke Bintan. Sehingga kotoran dari pembersihan kapal tersebut menimpa Bintan.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Sutarman, ketika masih menjabat Kepala Kepolisian Daerah Kepulauan Riau medio 2007 silam pernah menyorot kasus ini. Dia pun berjanji akan menindaklanjuti kasus pembuangan limbah jenis sludge oil yang telah mencemari sebahagian besar perairan di Kepri khususnya di Kota Batam.
"Kita akan tindaklanjuti kasus pembuangan limbah minyak yang mencemari perairan yang mengakibatkan kerugian bagi para nelayan," kata Sutarman kepada wartawan di Batam Centre, ketika itu.
(Haluan Kepri / ybt/ed/rof)
@
Tagged @ Batam Nanti
0 komentar:
Posting Komentar - Kembali ke Konten