informasi berita layaknya sebuah koran yang ada di batam

Menanti Golput di April Keramat 2014

Oleh: Frangky Silitonga, S.Pd, M.Si
Opini Anda - Sebelum pembaca budiman saya hantar melalui tulisan opini ini lebih jauh, izin saya bertanya ada berapa banyak gambar caleg yang telah para pembaca temui di koran harian Batam Pos sepangjang satu hari ini, wahh, sulit ya pertanyaan ini? Padahal saya akan bertanya lagi tentang visi dan misi dari setiap caleg yang para pembaca temukan, jika ini terlalu sulit untuk dijawab mungkin ini salah satu sebabnya kenapa para caleg mengutamakan tampang ketimbang tulisan visi dan visi di baleho, spanduk dan brosur atau kita singkat menjadi ”BasaBro” bukan berarti lahan yang basa untuk diperebutkan loh. Atau pertanyaan berikutnya sudah berapa banyak pembaca menemukan Basabro selama tahun 2014 ini?

Mungkin tebakan saya dari jawaban pembaca adalah ”banyak” atau ”wowww” atau ”gak tau, pusing dah”, buat yang milih jawabannya ” gak tau”, saya mau bilang ”gak tau atau gak mau tau” apapun jawabannya itu adalah hak pembaca, saya berani katakan bahwa itu adalah bagian gejala menjadi ”golput” atau istilah kerenya ”abstain”. Sebutan pembaca yang budiman nampaknya harus saya rubah menjadi para golput budiman, ha…ha..ha. Wah, muda-mudahan tidak semua yang baca Batam Pos ini adalah ”golput sejati”, jangan kuatir itu hanya dugaan saya saja. Izinkan saya lagi untuk mengajak para pembaca membayangkan caleg idaman atau yang ”de bes” menurut pandangan pembaca atau idam-idamkan selama ini dan sosok caleg yang tepat untuk lima tahun kedepan, kalau sudah ketemu mari kita kros cek dengan gambar yang ada di BasaBro yang pernah pembaca temukan di jalan-jalan, tempat umum (kuburan), tempat khusus (rumah sakit ), dll. Mari kita menganalisa kesamaan sosok caleg idaman pembaca mulai dari matanya, hidungnya, alis matanya, bibirnya, senyumnya, apakah sudah pembaca temukan? Kalau belum ketemu coba bayangkan lagi, dagunya, wajahnya, bodynya tapi ingat saya tidak ajak anda untuk masuk pada bagian ”jeroannya” biarkan saya atas saran para normal untuk menerawangnya karena itu untuk daerah pemilihan ”dunia lain”. Apakah para pembaca menemukan sosok yang saudara idam-idamkan? Jika tidak, saya ajak anda lagi untuk menilai visi dan visi sosok yang saudara idamkan, apakah sudah ditemukan? Jika tidak maka saya sarankan setelah baca kolom opini ini silahkan kirimkan kriteria yang saudara idamkan agar saya dan kru Batam Pos maju di 2019, he..he..he.., saya berani katakan tentu sulit untuk menemukan kriteria yang pembaca dambakan karena mereka (para caleg) terpilih dari lapisan dan golongan masyarakat yang majemuk. Singkatnya untuk banyak orang dari banyak orang yang memilih, betapa naifnya kita yang menuruti keinginan kita semata menjadi tolak ukur sosok caleg yang sepadan di negeri yang ”hebat” ini. Sehingga ketika sosok tidak sesuai dengan pilihan pembaca maka saudara menggunakan hak yang disebut “ hak tidak memilih” alias “golput”

Di berbagai forum dan media, baik media sosial maupun konvensional, terjadi sebuah penggiringan opini bahwa orang-orang golput adalah sekumpulan pemalas yang tidak mau memakai hak politiknya sehingga membuat demokrasi di Indonesia tidak meningkat kualitasnya dan pada akhirnya kehidupan dan kesejahteraan masyarakat tidak meningkat. Ini adalah sebuah fenomena yang menggetirkan karena seakan-akan semua permasalahan yang ada di bangsa ini adalah kesalahan golput. Padahal tidak ada teori ilmu politik manapun atau fakta sejarah yang menunjukkan bahwa golput memiliki hubungan dengan kualitas demokrasi maupun kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Golput pada hakekatnya juga sebuah hak politik yang dipergunakan yaitu hak untuk tidak memilih karena berbagai alasan. Terlalu kerdil dan dangkal rasanya untuk menyatakan golput adalah sebuah tindakan yang salah dari para pemalas. Ada berbagai pertimbangan dan alasan rasional di balik keputusan untuk menjadi golput di masa seperti sekarang. Sekali lagi menetukan untuk menjadi golput adalah hak.
Nurjaman Center mengamati beberapa alasan mengapa jumlah Golput di Indonesia semakin tinggi jumlahnya setiap tahun. Berikut beberapa alasan mengapa rendahnya partisipasi masyarakat terhadap suatu pemilihan kerap meningkat:

1. Kurangnya Sosialisasi
Sosialisasi yang dilakukan bukan hanya tentang waktu atau tempatnya pencoblosan tetapi harus disosialisasikan kepada masyarakat tentang pentingnya pemilihan tersebut, pentingnya pemahaman dan partisipasi dari masyarakat dalam suatu pemilihan selain akan menambah semaraknya pesta demokrasi juga masyrakat jadi lebih faham jika masa depan suatu Negara ataupun daerah akan ditentukan dari hasil pemilihan tersebut.

2. Waktu
Waktu penyelenggaraan berbenturan dengan kesibukan aktivitas dari calon pemilih, sebaiknya pemerintah menganjurkan jika akan diadakan proses pemilihan meliburkan semua aktifitas yang ada. Menjelang pemilu 2014 khusus untuk pemilih luar negeri sebaiknya pemerintah bekerjasama dengan pihak KBRI untuk memintakan izin calon pemilih kepada perusahaan atau sekolahnya supaya mereka dapat menyalurkan hak pilihnya.

3. Kurang mengenal sosok calon
Para calon peserta pemilihan harus lebih gencar mensosialisasikan pencalonannya kepada masyarakat, alangkah baiknya jika pengenalan calon bukan hanya melalui “ BasaBro” yang bertebaran tetapi melakukan pendekatan langsung kepada masyarakat supaya tahu siapa yang akan menjadi wakil atau pemimpinnya.

4. Kecewa karena tidak ada perubahan berarti
Mungkin jika alasannya karena kecewa terhadap pemerintahan yang ada akan menjadi persoalan tersendiri, sebaiknya para calon dalam berkampanye tidak hanya menyerukan tentang visi misi yang di bawa, tapi harus memberikan jaminan bagaimana jika program yang disampaikan dalam kampanye tidak berjalan (pertanggung jawaban moral seorang pemimpin kepada rakyat).

Dari sekian banyak alasan golput di atas tentunya kita bisa melihat bahwa ternyata para pelaku golput itu tidak semuanya karena cuek bebek. Apakah pelaku golput karena alasan teknis dan ekonomis bisa kita salahkan? Tentu tidak. Lantas Apakah golput karena alasan ideologis dianggap tidak bertanggung jawab? Jelas tidak. Kini, sudah saatnya kita merenungkan kembali kesadaran politik yang kita miliki, agar tidak lagi mudah terjebak dalam euphoria politik lima tahunan secara sia-sia sebagai team hore-hore

Tulisan ini bukan untuk mengajak golput, karena mengikuti pemilu adalah hak masing-masing dan bukan maslah halal atau haram. Tergantung dalam sistem seperti apa dan untuk kepentingan apa pemilu itu berjalan, tentu saja apa yang kita perbuat dan kita pilih sekarang ini, akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa dan untuk negeri yang ”hebat” ini. Saya pribadi berpendapat bahwa saat ini akan sangat sulit membenahi negeri lewat pemilu, karena kerusakan negeri ini sudah sangat mengakar. Sejarah membuktikan perubahan besar dan mendasar hanya bisa dicapai dengan jalur ekstraparlemen. Lihat saja revolusi Prancis, revolusi Islam, revolusi Rusia, dll. Di dalam negeri kita bisa melihat bahwa untuk menurunkan rezim orde baru tidak dilakukan lewat pemilu, apalagi untuk menurunkan sistem kehidupan sekuler-liberal yang sudah akut seperti sekarang.

Kita semua tentu berharap terwujudnya negara dengan pemerintahan yang lebih baik. Pemerintahan yang membawa perbaikan, kebaikan, keadilan, dan kesejahteraan. Banyak yang berharap bahwa pemilu sekarang ini akan membawa kepada perubahan. Kita lihat saja nanti perubahan seperti apa yang dihasilkan pasca pemilu. Yang pasti, setiap diri kita punya hak untuk menentukan pilihan. Pilihan untuk memilih ataupun tidak memilih. Pilihan untuk hanya berdiam diri atau ikut berjuang untuk perubahan.
Apapun jalan dan cara yang kita pilih, perjuangan harus terus berlangsung demi perubahan ke arah yang lebih baik. Pemahaman tentang pentingnya pemilu menjadi pekerjaan rumah bersama, sebaiknya pemerintah sebagai pihak penyelenggara dari pemilihan menggandeng semua elemen masyarakat untuk mensosialisasikan hal tersebut karena demokrasi adalah ”dari, oleh, dan untuk rakyat”. Jadi, kenapa pembaca memilih? kenapa pembaca golput? Suka atau tidak kita harus bergerak maju untuk hidup lebih baik bagi generasi Indonesia ini. ***



@



0 komentar:

Posting Komentar - Kembali ke Konten

Menanti Golput di April Keramat 2014