BATAM HARI INI - Perebutan Ketua DPRD Batam menghangat menyusul wacana pemilihan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui mekanisme voting atau musyawarah mufakat dalam revisi Rancangan Undang-undang (RUU) Nomor 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).
Sejumlah nama pun mulai ditimang-timang untuk diusung jadi Ketua DPRD Kota Batam. Mereka antara lain, Nuryanto (PDIP), Zainal Abidin (Partai Golkar), Iman Sutiawan (Partai Gerindra) dan Helmi Hemilton (Partai Demokrat).
Soal nama-nama yang melenting ke permukaan ini, Ketua DPD Partai Amanah Nasional (PAN) Kota Batam, Yudi Kurnain mengaku belum bisa berkomentar lebih jauh. Ia masih wait and see, mengamati perkembangan revisi UU MD3 tadi.
"Kita liat perkembangan seperti apa. Kalau terealisasi, tentu pasti seru," katanya.
Sementara itu, calon anggota DPRD Batam terpilih asal Partai Golkar, Ruslan berharap revisi UU MD3 terealisasi. Artinya, akan ada kompetisi dalam menentukan orang nomor satu di DPRD Batam.
"Prinsipnya kita ikut aturan saja. Kalau versi sekarang, partai pemenang otomatis jadi Ketua DPRD kita setuju aja. Tapi kalau ada revisi dan mengarah ada peluang kita memilih lewat proses voting, pastilah kita lihat siapa yang terbaik," katanya.
Ketua DPC Partai Gerindra Batam, Iman Sutiawan menyatakan tidak mau berandai-andai. Ia menegaskan, jika saat ini kandidat kuat Ketua DPRD Batam itu adalah, Nuryanto dari PDIP.
"Ketua DPRD Batam ya Caknur lah. Mereka kan partai pemenang. Saya belum mau berandai-andai jika ada revisi UU MD3 bahwa pemilihan ketua DPRD lewat voting," katanya.
Disinggung jika terjadi revisi apakah dirinya ikut bertarung memperebutkan kursi Ketua DPRD Batam? Iman enggan berkomentar. "Jangan berandai-andai," tepisnya.
Anggota Panitia Khusus Revisi UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), Harry Witjaksono, mengusulkan agar pemimpin DPR RI tidak harus dari partai pemenang pemilu.
"Saya mengusulkan agar pimpinan DPR RI dikocok ulang, tidak lagi berdasarkan kepada partai pemenang pemilu 2014. Sebab itu akan lebih adil dan semua punya kesempatan yang sama," kata Harry sebelum mengikuti rapar dengar pendapat (RDP) Pansus Revisi UU MD3 di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (3/6).
Ia menyebutkan, kesetaraan sesama anggota DPR untuk menjadi pimpinan DPR tercermin dengan dilakukannya kocok ulang tersebut. "Masyarakat tentu melihat bahwa ada anggota DPR RI yang punya kapasitas tapi karena partainya kecil, tak bisa menjadi pimpinan DPR," kata Harry.
Dalam revisi UU MD3 itu, juga akan dibahas mengenai tata aturan terhadap penegak hukum seperti KPK saat melakukan pengeledahan di DPR.
"KPK menganggap anggota DPR seperti orang biasa. Penegak hukum masuk dengan dengan seenaknya. DPR harus dihormati, marwah DPR harus dijaga, penegak hukum lakukan penggeledahan tak perlu bawa pistol atau senjata api," kata Harry.
Hadir dalam rapat dengar pendapat Pansus Revisi UU MD3 adalah pakar hukum Tatanegara, Irman Putrasiddin, I Gde Pantja Astawa. Rapat dipimpin oleh Ketua Pansus Revisi UU MD3, Benny K Harman.
PDIP Tolak
Terpisah, anggota panitia khusus (pansus) revisi UU MPR, DPR, DPD (UU MD3) dari Fraksi PDIP, Eva K Sundari menolak wacana pimpinan DPR diputuskan lewat mekanisme voting atau musyawarah mufakat. Bagi PDIP, wacana tersebut merupakan bentuk perlakuan tidak adil.
"Bagi kami wacana ini sangat tidak fair," katanya.
Eva menyatakan sudah seyogyanya ketua atau pimpinan DPR dijabat oleh partai pemenang pemilu. Ini sebagai bentuk penghargaan atas kerja keras partai yang berhasil meraih dukungan terbanyak dari rakyat dalam pileg. "Di mana pun di seluruh dunia, pemenang pemilu menjadi ketua DPR," ujar Eva.
Anggota Komisi III DPR itu menilai, langkah itu merupakan upaya membawa pertarungan pilpres ke pembahasan revisi UU MD3. Karenanya, cara semacam itu harus dihentikan karena berpotensi menciptakan kekisruhan di antara partai politik. "Kalau begini caranya, ya berantem terus," katanya.
Eva menyatakan tidak ada korelasi antara jabatan pimpinan DPR yang berasal dari partai pemenang pemilu dan fungsi pengawasan terhadap kerja pemerintah. Karena praktik pengawasan sudah dilakukan DPR lewat mitra kerja yang tergabung dalam tiap komisi di DPR. "Itu argumen yang keliru," ujarnya.
Menurutnya, perlu ada pembagian posisi yang dalam struktur kepemimpinan DPR. Misalnya, jika jabatan pimpinan DPR menjadi milik partai pemenang pemilu maka partai yang kalah di pemilu berhak menempati posisi sebagai ketua Badan Anggaran DPR.
"Ketua Banggar diberikan kepada oposisi. Ketua DPR kepada pemenang pemilu," katanya. (fur/ant/rol)
@
Tagged @ Berita Batam.
Tagged @ DPRD Batam
0 komentar:
Posting Komentar - Kembali ke Konten