Terdakwa Dori Armantp saat memberikan keterangan kepada Majelis Hakim PN Batam. |
BATAM HARI INI - Sidang pidana Pemilu 9 April 2014 digelar di Pengadilan Negeri (PN) Batam. Terdakwa, Dori Armanto akui melakukan mobilisasi massa atas suruhan calon legislatif (caleg) Demokrat, Abdul Azis, Selasa (6/5/2014) siang.
Selain terdakwa, dalam persidangan itu juga hadir dua saksi dari Panwaslu Batam Reza Syailendra dan Panwascam Bengkong Suwarso. Sidang tersebut dimulai sekitar pukul 11.45 WIB, mendengar keterangan saksi maupun terdakwa.
Dalam persidangan, Reza menyampaikan massa yang dimobilisasi oleh terdakwa berjumlah 10 orang, diantaranya 9 perempuan dan 1 laki-laki. Ke-10 orang tersebut membawa undangan pencoblosan atau Form C-6 atas nama orang lain.
"Hasil klarifikasi kami di Panwaslu Batam, ke-10 orang itu merupakan warga Mukakuning yang berdomisili di dormitori. Mereka mengakui dijanjikan uang dan mandi ke kolam renang setelah mencoblos caleg Demokrat Abdul Azis dan caleg PDI Perjuangan Nuryanto," jelas dia, kepada Majelis Hakim yang dipimpin oleh Merrywati, SH.
Pelanggaran Pemilu dengan mobilisasi massa itu terbongkar, kata dia, setelah seorang saksi partai politik (parpol) mempertanyakan kehadiran para Ccalon pencoblos itu di TPS 19 Bengkong Sadai. Hal itu dilakukan lantaran tidak mengenali ke-10 orang tersebut sebagai warga setempat.
"Mereka (massa) tertangkap menggunakan undangan atas nama orang lain setelah masuk ke TPS untuk antri," kata dia, seraya menyebutkan seorang bernama Anggi sudah sempat melakukan pencoblosan.
Saksi Reza juga mengatakan, hasil klarifikasi yang mereka lakukan massa berjumlah 10 orang itu mendapat undangan dari caleg Demokrat Abdul Azis, melalui terdakwa Dori Armanto.
"Hasil klarifikasi kami, undangan untuk memilih itu diberikan Selamat Ahmadi selaku Ketua KPPS 19 Bengkong Sadai kepada Abdul Azis. Selamat Ahmadi juga menerima mereka di TPS," terangnya.
Sementara itu, terdakwa Dori Armanto juga mengakui hal yang sama. Bahkan, dia juga mengaku masih kesal terhadap Abdul Azis dan Nuryanto lantaran uang yang dijanjikan tak kunjung cair hingga sekarang.
"Undangan itu diberikan Abdul Azis. Kami dijanjikan uang Rp200 ribu per orang. Saya sendiri juga dijanjikan pekerjaan," aku dia dalam persidangan.
Uang Rp200 ribu per orang, kata Dori mereka terima setelah mencoblos Abdul Azis dan Nuryanto. Tapi, baru satu orang yang sudah sempat mencoblos, aksi mereka sudah keburu ketahuan seorang saksi parpol.
"Sampai sekarang belum ada saya terima uangnya," ujar dia.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Muhammad Kadafi juga sempat mencecar terdakwa lantaran keterangan yang dia sampaikan kepada Panwaslu Batam dan penyidik Kepolisian berbeda dengan yang diakui terdakwa kepadanya. Terdakwa disebut membuat keterangan kepada penyidik Kepolisian dan Panwaslu Batam atas inisiatif sendiri.
"Kenapa saudara terdakwa tidak mengaku sejak awal. Setelah saya periksa dan di persidangan anda mengakui suruhan Abdul Azis," kesal Kadafi kepada terdakwa.
Lantas terdakwa Dori Armanto menjawab dia kesal kepada Abdul Azis lantaran uang yang dijanjikan tak kunjung cair. Bahkan dia menjadi terhutang kepada 10 orang massa yang diakomodirnya dan juga terhutang rental mobil.
"Saya minta maaf. Saya kesal karena uang yang dijanjikan tak cair, sehingga saya mengakui semuanya," kata dia.
Tak cukup di situ saja, Kadafi juga meminta suapaya Majelis Hakim mengeluarkan ketetapan untuk melakukan pemeriksaan kepada Abdul Azis.
"Berani tak Hakim mengeluarkan ketetapan. Biar saya jalankan," tantang dia.
Di tempat terpisah, Ketua Majelis Hakim yang memimpin persidangan, Merrywati, SH mengaku tak mempunyai hak untuk mengeluarkan ketetapan pemeriksaan terhadap Abdul Azis. Seharusnya, kata dia berdasarkan fakta persidangan penyidik ataupun Jaksa bisa bertindak untuk melakukan penyidikan kepada Abdul Azis kalau mereka rasa itu perlu.
"Kami tak punya kewenangan untuk itu. Kecuali kalau saksi memberikan keterangan paslu, itu baru bisa kami keluarkan ketetapan. Harusnya dengan fakta persidangan jaksa bisa melakukan penyidikan, tak perlua ada ketetapan dan itu juga bukan kewenangan kami," papar dia.
Disinggung apakah Abdul Azis dan Nuryanto akan dihadirkan ke persidangan, kata Merrywati untuk jadi saksi bisa. Tapi, kalau ketatapan yang dimaksud jaksa itu bukan kewenangan hakim.
"Dihadirkan untuk saksi bisa, kalau dianggap perlu," tegasnya.
Sebelumnya, dalam persidangan kemarin, empat saksi, masing-masing Siti Komariyah, Lia Refeanti, Nendiyah Septriani, Rohmawati Widiastuti mengakui di bayar Rp 200 ribu untuk mencoblos dua nama caleg DPRD Kepri dari Partai Golkar, yakni saudara Abdul Azis (AA) dan Caleg DPRD Batam untuk Kota Batam atas nama Nuryanto (n).
Kepada Ketua Majelis Hakim Merrywati dibantu Budiman Sitorus dan Djarot sebagai hakim anggota, saksi mengakui bahwa diarahkan sebelum pemilu 9 April diarahkan untuk melakukan pencoblosan di TPS 19 Kampung Belimbing Bengkong Sadai kepada dua caleg dari Dapil A (Bengkong, Batuampar, Lubukbaja dan Batam Kota) dan Dapil I (Bengkong dan Batuampar) tersebut.
"Pada tanggal 7 saya dijumpai oleh Anggi (adek terdakwa) tanggal 8 saya mengajak kawan-kawan dan tanggal 9 pagi berangkat sama-sama untuk melakukan pencoblosan," ungkap Lia polos di depan Majelis Hakim.
Lia juga mengaku setiap orang dijanjikan Rp200 ribu dan dibawa renang setelah pencoblosan. Dan sebelum melakukan pencoblosan pada 9 April, mengakui jika diarahkan terlebih dahulu kerumah caleg yang tinggal di Bengkong.
"Sebelum nyoblos, kami dibawa dulu ke rumah pak Abdul Azis dan diberikan undangan (form C6). Kami diberikan undangan dengan nama berbeda, tapi katanya tak apa-apa karena ada orang dalam di sana," terang Siti Komariyah.
Nama dalam form C6 yang diberikan nama Erika, Nendiyah menggunakan nama Delfita, Rohmayati mengggunakan nama Sri Puryani dan Lia mendapatkan undangan dengan nama Nining.
Untuk diketahui, pada pukul 16.00 WIB, sidang pidana Pemilu akan kembali digelar di PN Batam dengan agenda tuntutan terhadap terdakwa.
Editor: Dodo/Batamtoday
Selain terdakwa, dalam persidangan itu juga hadir dua saksi dari Panwaslu Batam Reza Syailendra dan Panwascam Bengkong Suwarso. Sidang tersebut dimulai sekitar pukul 11.45 WIB, mendengar keterangan saksi maupun terdakwa.
Dalam persidangan, Reza menyampaikan massa yang dimobilisasi oleh terdakwa berjumlah 10 orang, diantaranya 9 perempuan dan 1 laki-laki. Ke-10 orang tersebut membawa undangan pencoblosan atau Form C-6 atas nama orang lain.
"Hasil klarifikasi kami di Panwaslu Batam, ke-10 orang itu merupakan warga Mukakuning yang berdomisili di dormitori. Mereka mengakui dijanjikan uang dan mandi ke kolam renang setelah mencoblos caleg Demokrat Abdul Azis dan caleg PDI Perjuangan Nuryanto," jelas dia, kepada Majelis Hakim yang dipimpin oleh Merrywati, SH.
Pelanggaran Pemilu dengan mobilisasi massa itu terbongkar, kata dia, setelah seorang saksi partai politik (parpol) mempertanyakan kehadiran para Ccalon pencoblos itu di TPS 19 Bengkong Sadai. Hal itu dilakukan lantaran tidak mengenali ke-10 orang tersebut sebagai warga setempat.
"Mereka (massa) tertangkap menggunakan undangan atas nama orang lain setelah masuk ke TPS untuk antri," kata dia, seraya menyebutkan seorang bernama Anggi sudah sempat melakukan pencoblosan.
Saksi Reza juga mengatakan, hasil klarifikasi yang mereka lakukan massa berjumlah 10 orang itu mendapat undangan dari caleg Demokrat Abdul Azis, melalui terdakwa Dori Armanto.
"Hasil klarifikasi kami, undangan untuk memilih itu diberikan Selamat Ahmadi selaku Ketua KPPS 19 Bengkong Sadai kepada Abdul Azis. Selamat Ahmadi juga menerima mereka di TPS," terangnya.
Sementara itu, terdakwa Dori Armanto juga mengakui hal yang sama. Bahkan, dia juga mengaku masih kesal terhadap Abdul Azis dan Nuryanto lantaran uang yang dijanjikan tak kunjung cair hingga sekarang.
"Undangan itu diberikan Abdul Azis. Kami dijanjikan uang Rp200 ribu per orang. Saya sendiri juga dijanjikan pekerjaan," aku dia dalam persidangan.
Uang Rp200 ribu per orang, kata Dori mereka terima setelah mencoblos Abdul Azis dan Nuryanto. Tapi, baru satu orang yang sudah sempat mencoblos, aksi mereka sudah keburu ketahuan seorang saksi parpol.
"Sampai sekarang belum ada saya terima uangnya," ujar dia.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Muhammad Kadafi juga sempat mencecar terdakwa lantaran keterangan yang dia sampaikan kepada Panwaslu Batam dan penyidik Kepolisian berbeda dengan yang diakui terdakwa kepadanya. Terdakwa disebut membuat keterangan kepada penyidik Kepolisian dan Panwaslu Batam atas inisiatif sendiri.
"Kenapa saudara terdakwa tidak mengaku sejak awal. Setelah saya periksa dan di persidangan anda mengakui suruhan Abdul Azis," kesal Kadafi kepada terdakwa.
Lantas terdakwa Dori Armanto menjawab dia kesal kepada Abdul Azis lantaran uang yang dijanjikan tak kunjung cair. Bahkan dia menjadi terhutang kepada 10 orang massa yang diakomodirnya dan juga terhutang rental mobil.
"Saya minta maaf. Saya kesal karena uang yang dijanjikan tak cair, sehingga saya mengakui semuanya," kata dia.
Tak cukup di situ saja, Kadafi juga meminta suapaya Majelis Hakim mengeluarkan ketetapan untuk melakukan pemeriksaan kepada Abdul Azis.
"Berani tak Hakim mengeluarkan ketetapan. Biar saya jalankan," tantang dia.
Di tempat terpisah, Ketua Majelis Hakim yang memimpin persidangan, Merrywati, SH mengaku tak mempunyai hak untuk mengeluarkan ketetapan pemeriksaan terhadap Abdul Azis. Seharusnya, kata dia berdasarkan fakta persidangan penyidik ataupun Jaksa bisa bertindak untuk melakukan penyidikan kepada Abdul Azis kalau mereka rasa itu perlu.
"Kami tak punya kewenangan untuk itu. Kecuali kalau saksi memberikan keterangan paslu, itu baru bisa kami keluarkan ketetapan. Harusnya dengan fakta persidangan jaksa bisa melakukan penyidikan, tak perlua ada ketetapan dan itu juga bukan kewenangan kami," papar dia.
Disinggung apakah Abdul Azis dan Nuryanto akan dihadirkan ke persidangan, kata Merrywati untuk jadi saksi bisa. Tapi, kalau ketatapan yang dimaksud jaksa itu bukan kewenangan hakim.
"Dihadirkan untuk saksi bisa, kalau dianggap perlu," tegasnya.
Sebelumnya, dalam persidangan kemarin, empat saksi, masing-masing Siti Komariyah, Lia Refeanti, Nendiyah Septriani, Rohmawati Widiastuti mengakui di bayar Rp 200 ribu untuk mencoblos dua nama caleg DPRD Kepri dari Partai Golkar, yakni saudara Abdul Azis (AA) dan Caleg DPRD Batam untuk Kota Batam atas nama Nuryanto (n).
Kepada Ketua Majelis Hakim Merrywati dibantu Budiman Sitorus dan Djarot sebagai hakim anggota, saksi mengakui bahwa diarahkan sebelum pemilu 9 April diarahkan untuk melakukan pencoblosan di TPS 19 Kampung Belimbing Bengkong Sadai kepada dua caleg dari Dapil A (Bengkong, Batuampar, Lubukbaja dan Batam Kota) dan Dapil I (Bengkong dan Batuampar) tersebut.
"Pada tanggal 7 saya dijumpai oleh Anggi (adek terdakwa) tanggal 8 saya mengajak kawan-kawan dan tanggal 9 pagi berangkat sama-sama untuk melakukan pencoblosan," ungkap Lia polos di depan Majelis Hakim.
Lia juga mengaku setiap orang dijanjikan Rp200 ribu dan dibawa renang setelah pencoblosan. Dan sebelum melakukan pencoblosan pada 9 April, mengakui jika diarahkan terlebih dahulu kerumah caleg yang tinggal di Bengkong.
"Sebelum nyoblos, kami dibawa dulu ke rumah pak Abdul Azis dan diberikan undangan (form C6). Kami diberikan undangan dengan nama berbeda, tapi katanya tak apa-apa karena ada orang dalam di sana," terang Siti Komariyah.
Nama dalam form C6 yang diberikan nama Erika, Nendiyah menggunakan nama Delfita, Rohmayati mengggunakan nama Sri Puryani dan Lia mendapatkan undangan dengan nama Nining.
Untuk diketahui, pada pukul 16.00 WIB, sidang pidana Pemilu akan kembali digelar di PN Batam dengan agenda tuntutan terhadap terdakwa.
Editor: Dodo/Batamtoday
@
Tagged @ Berita Batam.
Tagged @ Hukum
0 komentar:
Posting Komentar - Kembali ke Konten