informasi berita layaknya sebuah koran yang ada di batam

Menanti Kiprah Pemimpin Pilihan

Oleh: Eka Damayanti
Mahasiswa Ilmu Budaya UGM
OPINI ANDA - Dewasa ini tidak sedikit yang mau menjadi pemimpin, tetapi sangat sedikit bahkan bisa dikatakan minus yang mampu untuk menjadi pemimpin. Jika semua ingin memimpin lantas siapa yang akan dipimpin? Padahal yang dibutuhkan negeri ini adalah orang yang mau sekaligus mampu menjadi pemimpin. Hampir semua pihak mengatasnamakan panggilan rakyat kemudian maju mencalonkan diri sebagai pemimpin bangsa ini. Alasan seperti ini belum tentu benar-benar terlepas dari ambisi pribadi dan tujuan eksistensi partai yang selama ini sudah lama menaungi. Sementara, rakyat butuh pemimpin yang memiliki aksi nyata bukan sekadar janji-janji yang bebas diumbar di setiap mimbar.

Belajar dari Kisah Telur Columbus

Suatu malam, Christopher Colombus diundang ke acara jamuan makan. Dalam undangan itu, ia akan mendapat penghargaan dari Kerajaan Spanyol atas penemuannya terhadap “dunia baru” Benua Amerika. Meskipun demikian banyak yang mencibir bahwa penemuan Colombus tidak sengaja. Kenyataannya memang Colombus tidak sengaja menemukan Benua Amerika, karena sebenarnya ia mencari jalur menuju Benua Asia. Cibiran itu pun berlanjut pada cemoohan bahwa siapa pun bisa melakukan apa yang dilakukan Colombus. Colombus pun menghadapi cibiran dan cemoohan tersebut dengan memberikan tantangan kepada semua orang yang hadir untuk bisa memberdirikan telur rebus di atas meja tanpa bantuan apa-apa, dan semua gagal. Mereka menyerah dan mengembalikan tantangan kepada Columbus.

Akhirnya Colombus mengambil telur tersebut dan memecahkannya sedikit kemudian meratakan bagian bawah telur sehingga rata dan bisa diberdirikan. Spontan para hadirin protes dan lagi-lagi mereka mencibir bahwa siapa pun bisa melakukan apa yang dilakukan Colombus. Lalu Columbus menanggapi cibiran mereka dengan mempertanyakan mengapa mereka tidak melakukannya. Menurut Columbus, banyak orang bisa melakukan hal yang sama dengannya hanya karena mereka sudah ditunjukkan caranya.
Kisah telur Columbus di atas menjadi kisah inspiratif di mana-mana bahkan ada yang membuat monumen telur Columbus di Spanyol. Melalui kisah ini bisa dijadikan pelajaran terhadap semua orang bahwa umumnya orang bisa dengan mudah mengatakan bisa melakukan hal yang sama ketika sudah melihat hasil kerja orang lain. Padahal mereka berkata seperti itu karena sudah melihat cara untuk mencapai hasil kerja tersebut. Paradigma seperti ini yang kemudian dikembangkan oleh para calon pemimpin negeri ini. Atas dalih mencari simpati mereka bebas mencaci-maki lawan politiknya dengan mencari sela-sela yang dapat dicela, yang tidak mencela pun belum tentu bebas dari cela.

Mencari Teladan bukan Komplotan

Arena politik tidak selalu identik dengan keutuhan sosok secara purna. Di balik seorang sosok masih ada variabel-variabel yang turut serta melabelinya untuk membentuk sebuah citra. Tidak dipungkiri bila akhir-akhir ini terjadi pencomotan sana-sini untuk menggalang kekuatan politik. Hal ini bisa tampak dari berbagai politisasi yang tengah terjadi. Agama dijadikan partai, partai dijadikan agama. Keduanya sudah hampir tidak ada bedanya. Hal yang lebih ekstrim lagi yaitu pengultusan individu sebagai sosok yang tidak hanya dituankan bahkan juga dituhankan.

Masyarakat yang awam terhadap dunia politik selain apatis, mereka juga pesimis kepada berbagai kandidat yang seharusnya mampu memangku mandat dengan penuh amanat. Seni permainan politik dapat mengubah yang cacat menjadi sempurna yang sempurna menjadi cacat. Sosok yang biasa-biasa saja bisa dengan mudah direka menjadi sosok yang luar biasa. Perekaan seorang tokoh bisa saja melaui media lisan maupun tulisan. Tidak dipungkiri bahwa media memiliki berbagai kepentingan dan tujuan. Masyarakat harus cerdas menyikapi media, apalagi jika terkait dengan isu kepentingan.

Perekaan ini harus dipahami betul oleh masyarakat, agar tidak terjadi kesalahan dalam mencari sosok pemimpin negeri. Terlepas dari latar belakang partai yang menaungi, seorang calon pemimpin harus bisa dilihat secara menyeluruh kesatuan dirinya dengan segala karakter yang ada dalam pribadinya. Pekerjaan rumah bagi seluruh lapisan masyarakat adalah mencari sosok teladan bukan mencari sosok bentukkan dari komplotan yang mengatasnamakan diri sebagai partai politik.
Pemimpin Itu Memutuskan bukan Diputuskan

Keputusan yang diambil oleh pemimpin negeri ini berdampak kepada seluruh masyarakat tanpa kecuali. Hal ini menegaskan bahwa seorang pemimpin harus tepat dalam memilih dan memilah setiap kebijakan demi kesejahteraan rakyatnya. Sebagai sosok pilihan, pemimpin tentu berbeda dari sosok lainnya yang tidak terpilih. Hal ini bukan berarti bahwa pemimpin harus dibedakan perlakuannya, diistimewakan, diagung-agungkan, sehingga yang terjadi hanyalah pemenuhan fasilitas berlebihan yang justru membuat kinerjanya jauh dari integritas. Pemenuhan hak memang penting, tetapi pelaksanaan kewajiban jauh lebih penting.
Kesalahan dalam memilih pemimpin akan berdampak pula pada kesalahan terhadap yang dipimpin. Pemimpin yang berangkat dari bentukan tidak menutup kemungkinan akan selalu menerima dikte dari pembentuknya. Jika sudah seperti itu, pemimpin sudah kehilangan ruh kepemimpinannya.

Awali dengan Informasi yang Valid

Hampir setiap orang mendapat informasi silih berganti tanpa permisi. Meskipun informasi yang ada tidak akurat seratus persen, produksi dan konsumsi informasi akan terus terjadi. Kabar yang tidak semuanya benar akan terus beredar di masyarakat. Jaminan terhadap informasi yang akurat pada sebuah kabar juga sering kali hambar. Banyak perangkat yang diperlukan untuk bisa mendapatkan informasi yang valid. Kelihaian dalam menyaring informasi tersebut yang kemudian menjadi alat seleksi manusia di era digital ini. Kemampuan mengolah data dan fakta tidak bisa didapatkan secara instan. Semua hanya dapat dilakukan secara simultan dan berkelanjutan.

Ironisnya yang terjadi dewasa ini justru banyak generasi tua yang tidak pantas menjadi teladan bagi generasi muda justru tampil di muka. Jika pun ada generasi tua yang pantas menjadi teladan itu pun sarat dengan konspirasi dan berbagai pemberitaan media yang semena-mena sehingga membingungkan generasi muda untuk menemukan sosok yang patut diteladani. Kasus korupsi yang tak ubahnya seperti sarapan pagi di negeri ini banyak didalangi oleh generasi tua. Meskipun sudah jelas menjadi tersangka, parahnya mereka masih memiliki rasa percaya diri yang luar biasa (binasa). Dengan menyandang status tersangka mereka masih bebas melenggang ke mana saja bahkan dengan didampingi para Punggawa yang mengaku sebagai kelompok pembela.
Utamakan Niat yang Benar bukan Hanya yang Besar

Niat menjadi hal utama yang mampu mempengaruhi seseorang dalam bertindak. Niat yang kecil akan mendasari usaha yang kecil, begitu pula sebaliknya niat yang besar akan mendasari usaha yang besar. Akan tetapi, besarnya usaha akan sia-sia jika niat yang mendasarinya salah. Salah niat dialami oleh siapa saja dan di mana saja, kecuali bagi orang-orang yang memiliki keyakinan dan pengetahuan yang matang.

Tidak sedikit pemimpin yang memiliki niat besar tetapi kebesaran niat itu tidak diiringi dengan kebenaran tindakan. Hasilnya pun jika tidak serampangan adalah kekacauan yang tidak terelakkan. Berapa banyak calon pemimpin yang memulai kepemimpinannya dengan cara-cara di luar logika dan norma? Namun, mereka bebas melenggang ke kursi kepemimpinan tanpa beban. Sementara rakyat terus-menerus menanggung kesengsaraan.

Filosofi Kepemimpinan

Hampir setiap suku bangsa memiliki filosofi kepemimpinannya masing-masing. Dalam budaya Jawa terdapat filosofi kepemimpinan yang disebut Asta Brata. Asta Brata adalah delapan unsur alam yang melambangkan watak kepemimpinan. Delapan unsur alam yang mempersonifikasikan filosofi Asta Brata adalah bumi, bintang, bulan, matahari, api, air, langit, dan angin. Diistilahkan seperti bintang, pemimpin harus menjadi panutan, arah, dan inspirasi bagi pengikutnya. Seperti langit yang melambangkan keluasan pengetahuan, pemimpin haruslah pandai. Selayaknya matahari, pemimpin harus selalu memberikan dorongan energi kepada yang dipimpin. Setiap unsur alam tersebut melambangkan watak-watak yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.

Berbagai suku bangsa di Indonesia memiliki filosofi kepemimpinan masing-masing. Kenyataan ini yang kemudian tidak hanya menjadi pemicu keberagaman kepemimpinan tetapi juga memacu polemik pemilihan pemimpin negeri ini. Hampir setiap suku bangsa memiliki sosok pemimpin ideal. Beragam alasan pun menjadi landasan dalam menentukan sosok pemimpin pilihan mulai dari latar agama, budaya, pendidikan, bahkan riwayat politik yang melatari seorang tokoh. Memilih pemimpin menjadi pekerjaan rumah bersama yang harus ditanggung oleh semua rakyat, tidak hanya elite politik semata. Pilah sebelum memilih agar tidak salah pilih. *** from Batampos



@



0 komentar:

Posting Komentar - Kembali ke Konten

Menanti Kiprah Pemimpin Pilihan