Ilustrasi |
BATAM HARI INI – Pengadaan alat-alat kesehatan (alkes) di Rumah Sakit Embung Fatimah, Batuaji tahun 2011, diduga syarat permainan.
Untuk mendapatkan alkes senilai Rp 19 miliar, panitia tender dan tiga perusahaan pengadaan, diduga melakukan persekongkolan tender. Bahkan, panitia tender terindikasi mengunakan dokumen palsu mendapatkan pencairan anggaran.
Hal itu terungkap dalam sidang yang digelar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kepri di Gedung Graha Pena lantai 4, Batam Centre, Kamis (17/4). Sidang yang dipimpin Majelis Komisi Tresna P Soemardi, Investigator Aru Armando dan Hermi Nurjamil, menghadirkan dua saksi panitia tender dari Embung Fatimah.
Sementara kehadiran tiga terlapor PT Masmo Masjaya (pemenang), PT Trigles, dan PT Sanggah diwakili kuasa hukumnya yakni Petrus Bala Pattyona.
Dalam sidang tersebut, investigator mempertanyakan bagaimana kontrak tender dilaksanakan panitia dengan pemenang tender. Apalagi, di dalam kontrak tender itu disebutkan jika pihak rumah sakit telah melakukan uji coba dan uji fungsi terhadap alat-alat kesehatan yang masuk Embung Fatimah. Investigator, menemukan kejanggalan pada dokumen tender. Dimana ratusan item alkes yang masuk ke Embung Fatimah hanya diuji coba dan uji fungsi dalam waktu satu hari tanggal 15 Desember 2011.
”Berdasarkan dokumen yang dikirim PT Masmo Masjaya kepada panitia tender Embung Fatimah, uji coba dan uji fungsi ratusan item dilakukan pada hari yang sama. Ini jelas suatu kejanggalan. Karena tak mungkin ratusan item barang bisa dites dan diuji dalam satu hari,” ujar Aru Armando kepada Sekretaris Tender Embung Fatimah Sumalik yang menjadi saksi.
Tak hanya itu, kata Aru. Dalam dokumen yang dia dapatkan dari panitia tender, terdapat beberapa item barang (alat kesehatan) yang tidak masuk dalam daftar tender. Namun, alat kesehatan di dapat dari perusahaan lain dengan jumlah yang berlebih, padahal tak masuk dalam tender.
”Dalam berita acara yang Anda tanda tangani, terbukti uji coba dan uji fungsi dilakukan dalam waktu sehari. Di sana Anda (Sumalik) juga menyebutkan jika hasil uji ratusan item baik. Namun, pada kenyataanya, Anda kembali membantah kalau pengujian itu dilakukan dalam waktu sehari,” terang Aru Armando.
Mendapat pertanyaan itu, Sumalik tampak bingung. Dia tak bisa menjelaskan secara detail bagaimana dirinya menandatangani dokumen pengujian ratusan item alkes dalam sehari. Sumalik juga sempat beralasan, dirinya khilaf dan kurang teliti dalam dokumen.
”Di sana kesalahan saya. Saya kurang teliti. Namun, semua barang yang ada di dalam tender itu ada. Kami sudah melakukan pengadaan sesuai tender. Kalau pengujian barang-barang itu dalam sehari, hanya untuk keseragaman,” terangnya.
Sumalik mengaku dirinya hanya sebagai panitia pengecekan barang, dimana dia mendapat dokumen untuk keseluruhan barang dari Siska yang mengaku dari PT Masmo Masjaya. Tetapi, Sumalik tak bisa memastikan, kebenaran apakah Siska bekerja di PT Masmo Masjaya atau tidak.
”Dia mengaku dari situ dan memberi dokumen uji coba dan fungsi kepada saya. Saya memang tak terlalu kenal dengan dia, namun dia mengaku dari PT Masmo Masjaya sebagai pemanang tender,” ujarnya.
Pernyataan Sumalik langsung dipertanyakan Hermi Nurjamil selalu investigator. Dimana mereka mencurigai Sumalik tidak bekerja profesional sebagai pejabat yang ditunjuk menangani tender. Tak hanya itu, investigator berpendapat jika dokumen yang tender sengaja dipalsukan untuk mendapatkan keuntungan.
”Jangan-jangan barang-barang itu tidak dikirim dan diterima rumah sakit. Karena Anda mengakui kalau dokumen itu palsu untuk mendapatkan pencairan dana. Anda selaku panitia juga tak bisa menyerahkan bukti otentik barang tersebut. Karena dokumennya saja sudah palsu, bagaimana kami yakin jika semua barang-barang itu diterima oleh pihak rumah sakit,” jelas Hermi.
Sementara itu, Ketua Majelis Komisi Tresna, menyayangkan keterangan yang diberikan Sumalik pada sidang tersebut. Dia beranggaapan, pejabat tender tidak becus bekerja. Hal itu terlihat dari penaganan dokumen angaran yang dikerjakan asal-asalan.
Tak hanya itu, Sumalik juga mengakui jika dokumen itu palsu dan tidak sesuai waktu uji coba dan uji fungsi alkes.
“Sebagai majelis saya sangat prihatin. Didalam tugas untuk membuat dokumen hukum, bapak (sumalik) bisa tidak cermat dan bekerja asal. Sehingga bapak membuat dokumen palsu untuk mendapat anggaran karena batas waktu keluar anggaran akan habis,” imbuh Tresna sembari menunda sidang minggu depan.
Usai sidang, Tresna mengatakan kasus tersebut bisa naik karena adanya laporan dari pihak yang bertangungjawab dan namanya dirahasiakan.
“Pada intinya, didalam rumah sakit Embung Fatimah, terjadi persekongkolan tender dengan perusahaan pengadaan alkes. Namun,itu semua masih dalam tahap pembuktian. Karena masih dalam proses sidang untuk tahap pemeriksaan lanjutan,”jelasnya.
Menurut dia, jika terbukti melakukan persekokolan, ketiga terlapor bisa dikenakan sanski administrasi dan denda. Serta memberikan sanksi kepada panitia yang tidak profesional seperti pemutusan kerja, sanksi dari atasan dan sanski lainnya.
“Bahkan jika terbukti jika bisa membawa kasus ini ke ranah hukum. Ya dengan melaporkan kasus ini ke KPK, karena mempunyai unsur korupsi. Namun sejauh ini, semuanya belum terbukti, sampai adanya putusan final dari majelis komisi. Sekarang masih tahap pembuktian,” pungkas Tresna. (Batampos/she)
@
Tagged @ Berita Batam.
Tagged @ Kesehatan
0 komentar:
Posting Komentar - Kembali ke Konten