informasi berita layaknya sebuah koran yang ada di batam

Menyoal Konsep Pembangunan Rempang - Galang Batam

Jembatan Barelang yang menghubungkan Batam dengan Galang
BATAM HARI INI -- Pembangunan infrastruktur jalan raya dan jembatan yang menghubungkan Batam dengan Rempang Galang dinilai Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) salah dari awal. Pasalnya kalau memang status di Relang adalah kawasan hutan tak bertuan alias status quo, tak semestinya dibukakan akses infrastruktur.

Kalaupun ternyata dibangun infrastruktur seperti jembatan dan akses jalan raya serta penerangan, Kepala Seksi BKSDA Riau, Nur Patria menilai, berarti pemerintahan saat itu sudah ketahuan punya niatan untuk menguasai wilayah Relang sebagai pembangunan, bukan kawasan hutan.

“Ginilah logikanya, sudah tahu itu status masih quo, kenapa masih nekat dibangunkan jembatan, bahkan jalan raya sampai aliran listrik PLN. Status quo apalagi hutan kan tak perlu dilakukan pembanguan infrastruktur seperti itu. Berarti memang dari OB waktu itu memang menginginkan Relang ada pembangunan dan untuk investor kan?” ujar Nur.

Apalagi masih belum adanya status, siapa yang berhak mengelola lahan Relang, apakah dikuasai daerah dalam hal ini BP Batam, ataukah langsung dikuasai pusat membuat oknum pembalak hutan atau pembuka lahan baik perseorangan ataupun mengatasnamakan swasta makin merajalela dan sulit untuk dihentikan.

Pasalnya, siapa yang berhak menindak atau yang berwenang mencegah serta mengawasi dari pembalakan tersebut masih belum jelas.

Untuk di Rempang, dari Jembatan IV hingga batasannya jembatan V, seluruh hutan yang ada disana statusnya adalah hutan buru. Luasnya sesuai dengan SK Penunjukan nomor 307/KPTS-II/1986 luas hutan buru di Rempang mencapai 16 ribu hektar. Namun setelah dilihat dari eksisting kondisi dari citra satelit, luasnya hanya 15,575 hektar.

Untuk di hutan buru Rempang, Nur bahkan berani memastikan sudah 90 persen habis oleh ulah pembalak hutan. Kalau ditotal sudah bukan seribu dua ribu hektar hutan yang dibabat habis, tapi sudah melebihi angka 10 ribu hektar.

“Saya sudah kesana terakhir kemarin Februari, dulu jarak pandang untuk menengok dalamnya hutan tak akan nampak saking lebatnya hutan disana. Sekarang ini sejauh mata memandang sudah gundul semua bahkan langsung bisa melihat lautan dari jalan raya. Artinya sudah parah lah kondisinya,” terang Nur.

Bukan pembalak tradisional yang membuat hutan habis dibabat. Nur mengatakan, pihak swasta lah seperti perusahaan yang membabat habis hutan hanya dalam tempo yang cepat.

Nur juga mengatakan, awal mulanya lahan dan hutan di Relang dulunya bagi warga yang menempati atau tinggal di sana, oleh pemerintahan waktu itu per KK diberikan jatah menggarap lahan seluas dua hektar. Dasarnya waktu itu diatur dalam aturan Agraria.

Namun seiring perkembangan jaman dan makin banyaknya pihak luar melirik potensi di Relang menjanjikan, akhirnya yang semula warga dikasih jatah per KK sebanyak 2 hektar, meminta jatah tersebut diberikan tiap kepala seluas 2 hektar.

“Itu sudah salah dari awal. Banyak yang mendapatkan jatah 2 hektar per KK, mereka memprotes dan main tunjuk saja per kepala mendapatkan penguasaan tanah di Relang seluas 2 hektar,” ujar Nur, panggilan akrabnya.

Nur juga mempertanyakan, adanya pihak swasta yang mengklaim sudah mendapatkan izin pencadangan untuk menduduki kawasan hutan di Relang. Padahal status di sana masih status qou. Siapa pun tak berhak memberikan izin untuk pihak luar bercokol dengan niat melakukan pembangunan atau usahanya dalam kawasan Relang.

“Tapi kenyataannya beberapa perusahaan swasta yang menempati lahan disana mengantongi  pencadangan dilahan Relang dari OB yang saat ini berubah nama menjadi BP Batam. Aneh kan,” terang Nur.

Menanggapi masalah status quo di lahan hutan kawasan Relang, Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Humas BP Batam, Djoko Wiwoho mengatakan, izin pencadangan untuk saat ini sudah ditiadakan. Artinya lahan di Relang tak ada satupun boleh melakukan aktifitas disana apalagi pembangunan.

“Dulu tahun 2000 an masih bisa dikeluarkan izin pencadangan. Tapi sekarang sudah tak berlaku lagi izin pencadangannya. Namun bagi perusahaan yang dulu sudah mengantongi izin pencadangan dari OB waktu itu masih bisa dipertimbangkan, tergantung masa perjanjian awalnya seperti apa,” ujar Djoko panggilan akrabnya.

Namun seperti apa yang dimaksud tentang tergantung masa perjanjian awalnya , Djoko enggan menjelaskan secara detail.

Pantauan Batam Pos dilokasi hutan kawasan Relang, tak hanya bekas kebakaran hutan saja yang ada. Bahkan mayoritas hutan itu sudah tak utuh alias bekas ditebang menggunakan alat canggih seperti gergaji mesin. Karena potongan kayunya nampak rapi dan halus, bukan seperti patahan atau roboh.

Begitu juga dengan di kawasan Galang, lewat dari Jembatan V yang status hutannya adalah hutan lindung, semua juga sudah gundul kena tebang. (gas)

Iklankan usaha Anda melalui iklan baris BatamPos.co.id



@



0 komentar:

Posting Komentar - Kembali ke Konten

Menyoal Konsep Pembangunan Rempang - Galang Batam