Insentif Dipotong Sejak Tahun 2013
BATAM HARI INI - Aksi unjuk rasa yang digelar ribuan buruh PT SMOE, Jumat (14/3) mulai pukul 08.00 WIB di lingkungan perusahaan di Kabil, Kecamatan Nongsa, Kota Batam berakhir rusuh.
Sejumlah aset perusahaan yang bergerak di bidang galangan kapal (shipyard) itu, dirusak.
Informasi yang dihimpun dari sejumlah buruh, aksi itu dipicu oleh adanya pemotongan insentif oleh pihak perusahaan. Pemotongan, termasuk pula masalah jamsostek dan gaji, sudah terjadi sejak tahun 2013 silam sampai Februari 2014.
"Sudah dipotong dari tahun 2013. Insentif, gaji juga jamsostek. Setiap bulan dipotong," kata seorang buruh.
"Besar potongannya macam-macam, tergantung jabatan," sambung buruh lainnya. Kata dia, pemotongan mulai dari Rp150 ribu sampai Rp480 ribu.
Sementara, penjelasan yang diberikan pihak manajemen PT SMOE, menurut para buruh, tidak memuaskan. Karena tidak bisa mendapat penjelasan itulah, para buruh akhirnya meluapkan kekesalan mereka dengan merusak beberapa aset milik perusahaan yang dimiliki oleh investor asal Singapura tersebut.
Pantauan di lokasi, sejumlah aset PT SMOE yang dirusak di antaranya, dua mobil Toyota Innova warna silver yakni BP 1679 FY dan BP 1487 EQ, satu mobil Toyota Innova warna hitam BP 1879 EJ, satu mobil Toyota Hilux BP 8077 VE, tiga mobil Fortuner warna putih yakni dan BP 1579 EJ, BP 1577 EJ dan BP 1659 EM.
Kemudian, delapan unit mobil buggy (golf). Selain itu, massa juga menghancurkan kaca-kaca depan di gedung utama PT SMOE. Aksi buruh tidak terkendali karena pihak keamanan perusahaan tidak berdaya mengatasi banyaknya massa buruh.
Sementara itu, aparat kepolisian juga datang terlambat, mengingat aksi tersebut memang dilakukan secara spontan. Aksi buruh pun mereda usai ketibaan aparat kepolisian. Pihak manajemen dan perwakilan buruh lantas menggelar perundingan di dalam gedung.
Kebijakan Rekanan
Sementara itu, pernyataan sejumlah buruh bahwa aksi itu mereka lakukan dipicu oleh pemotongan insentif, dibantah oleh pihak manajemen PT SMOE. Bahkan, manajemen mengaku tidak mengetahui adanya pemotongan insentif.
Manajer HRD PT SMOE, Herry Pranata menegaskan, peristiwa ini bermula dari dipekerjakannya sekitar 3.000 buruh oleh PT Bechtel yang merupakan rekanan PT SMOE. Ke-3.000 buruh itu diberdayakan untuk proyek APLMG. Para buruh dijanjikan insentif sesuai dengan tingkatan pekerjaan masing-masing karyawan.
Namun, kata Herry, PT Bechtel membuat kebijakan memotong 20 persen insentif buruh dengan catatan jika dalam sepekan ada 20 buruh yang melakukan kesalahan atau pelanggaran. Kebijakan tersebut diberlakukan tanpa sepengetahuan manajemen PT SMOE.
Padahal, kata Herry, yang membayarkan gaji dan insentif ke-3.000 buruh tersebut adalah PT SMOE. Menurut dia, dalam hal ini, manajemen SMOE hanya bertindak sebagai juru bayar. Dan pembayaran dilakukan berdasarkan laporan dari PT Bechtel .
"Pembayaran kita berdasarkan penilaian dan penghitungan mereka (PT Bechtel) dari masing- masing kepala unit kerja, tidak ada campur tangan manajemen PT SMOE," katanya.
Sebagai antisipasi agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi, kata Herry, manajemen PT SMOE akan bertemu dengan manajemen PT Bechtel. Menurutnya, sistem penilaian dari PT Bechtel harus diubah.
"Tidak adil kan kalau hanya gara-gara 20 orang yang melakukan pelanggaran tapi ribuan pekerja lainnya juga terkena hukuman. Kita akan bahas masalah ini dengan mereka (PT Bechtel)," katanya.
Langkah antisipasi lainnya oleh manajemen PT SMOE, pascakerusuhan itu, ribuan buruh langsung dikembalikan ke rumah. Mereka akan kembali bekerja pada hari Senin (17/3) mendatang.
"Untuk antisipasi aja. Senin nanti sudah bisa masuk kerja seperti biasa," kata Herry. (HK/cw81/btd)
@
Tagged @ Berita Batam.
Tagged @ Warta Buruh
0 komentar:
Posting Komentar - Kembali ke Konten