Bahasa Melayu Menuju Kepunahan |
BATAM HARI INI - Medri, dari Kantor Bahasa Tanjungpinang dalam kunjungannya ke Lingga, Jumat (16/5) mengatakan bahasa Melayu menuju kepunahan. Medri datang ke Lingga bersama rekannya Faisal Gazali mencari data, tentang ungkpan-ungkapan bahasa Melayu yang masih tersisa di Daik, yang dulu pernah menjadi pusat kerajaan dan tempat bermakamnya Sultan Melayu.
”Bahasa Melayu di sini (Lingga) menuju kepunahan. Anak-anak sekolah sudah terbiasa berbahasa Indonesia. Orang tua juga ikut-ikutan, mereka meninggalkan bahasa ibu,” dijelaskan Medri.
Menurutnya, hal ini dikaranakan karakteristik orang-orang Melayu yang terbuka dengan pendatang. Sehingga, adopsi bahasapun terjadi.
”Karakter orang kita (Kelayu) sangat berbeda dengan suku di nusantara lainnya. Ketika orang Melayu di luar daerah bertemu dengan orang Melayu yang lain, mereka akan malu berbahasa Melayu. Watak kita ini sangat terbuka dengan pendatang. Sehingga tanpa sadar karakter itu akan menggusur nilai-nilai tersendiri. Berbeda dengan di luar, kita (Melayu) kalau bisa budaya-budaya dari luar yang kita (Melayu) adopsi,” ungkapnya.
Menurut Medri dan Faisal Gazali, dalam kitab sejarah Melayu bahwa muasal Sultan Melayu berasal dari Daik Lingga. Sebagai sebuah daerah yang besar dengan sejarah serta lahirnya sultan-sultan Melayu pada masa itu, sangat disayangkan jika kebesaran itu tidak dihargai sama anak jati diri Melayu, terutama dalam masalah bahasa yang kini menjadi kajian Medri dan Faisal.
Rasa bangga itu, menurut Medri dan Faisal, bahkan tidak tertanam dalam diri generasi muda Melayu saat ini. Hasil penelitian Medri dan Faisal yang bertemu dengan orang-orang tua dan juga tokoh adat, namun sayang banyak bahasa dan ungkapan Melayu lisan yang sudah lupa.
”Saya sebenarnya sedikit kecewa datang ke sini (Daik Lingga), terutama ungkapan lisan yang ada di Daik ini menuju kepunahan. Begitu juga dengan keagungan kerajaan besar yang ada di Daik, seperti salah satu contoh kami datang ke Lubuk Papan yang tak jauh dari Istana Damnah. Saya membayangkan keagungan itu tak ada sisanya di Daik. Arsitekturnya sudah tidak alami. Kecewa saya, udah ditembok rata, gambar-gambar avatar, bobo. Padahal, situs itu tempat kebesaran sultan Melayu,” ujar Medri.
Ditambahkan Faisal, yang juga masih berdarah Daik, mengatakan untuk menghadapi permasalahan memudarnya ungkapan serta kekayaan bahasa Melayu yang ada di Daik, salah satunya dengan pendidikan.
”Memang jalur yang paling mudah adalah pendidikan kepada anak sekolah. Karena mengajar anak-anak lebih mudah dari pada mengajar orang tua,” ungkapnya.
Ditambahkan Medri, pentingnya mengenalkan sejarah dan bahasa kerajaan Melayu sehingga muncul kecintaan terhadap bahasa yang menjadi tonggak peradaban Melayu itu sendiri.
”Kenali dulu, mari kita kenalkan budaya kita ke anak-anak kita. Ketika mereka kenal, mereka akan mengenali, setelah itu mereka akan cinta,” tambah Medri.
Dijelaskan Faisal lagi, program yang akan dilakukan oleh Kantor Bahasa pada tahun 2014, mereka akan membuat peta bahasa Melayu di Kepulauan Riau. Karena gambaran secara umum, Kepulauan Riau berbahasa Melayu, namun mengenai farian-farian bahasa Melayu yang tersebar luas di kepulauan belum terdata.
”Program kami dari Kantor Bahasa, untuk tahun ini kami akan mengadakan penelitian fariasi bahasa yang ada di Kepulauan Riau, farian-farian. Nanti, Daik Lingga akan ada varian bahasa disini, maka akan tergambarlah kekayan bahasa itu. Karena secara gambaran peta bahasa, tergambar Kepulauan Riau berbahasa Melayu, tapi farian-fariannya tidak tau kita,” jelasnya.
Menurutnya, penelitan ini harus berlanjut dan ditindak lanjuti dengan peta bahasa. Kemudian setelah itu akan muncul kamus bahasa Melayu. Ketika data itu sudah tertulis, maka data itu akan kita bisa pelajari dan menjadi kekayaan bagi orang meyalu untuk tetap mempertahankan keberagaman di tanah nusantara ini dengan kearifan lokal. (bp/hasbi)
@
Tagged @ Berita Batam.
Tagged @ Wisata Batam
0 komentar:
Posting Komentar - Kembali ke Konten