Kenaikan listrik di Batam bakal picu Inflasi |
BATAM HARI ESOK - Rencana kenaikan tarif listrik oleh PT PLN Batam akan memicu meningkatnya inflasi. Namun besarannya tidaklah signifikan seperti kenaikkan BBM (bahan bakar minyak) seperti tahun lalu.
Hal tersebut dikemukakan Kepala Kantor Perwakilan (KKPw) Bank Indonesia Kepri Gusti Raizal Eka Putra didampingi Deputi Bidang Ekonomi dan Moneter Minot Purwahono, di sela-sela pemaparan tentang Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepri triwulan I tahun 2014 di Restoran Sanur, Batam, Senin (19/5).
Dalam kesempatan tersebut, Gusti menyebutkan kenaikan tarif listrik belum diputuskan sehingga BI juga belum bisa memperkirakan dampaknya terhadap inflasi.
"Kita tidak tahu, berapa besaran kenaikan tarif PLN kali ini. Tetapi, berkaca dari kenaikan tarif listrik yang sebelumnya sekitar 8 persen, pengaruhnya terhadap inflasi hanya sebesar 0,29 persen," ujar Gusti.
Dikatakan Gusti, listrik memang bagian dari struktur produksi, namun pengaruhnya terhadap industri tergantung pada apa perusahaanya.
"Dibandingkan antara kenaikan tarif PLN dengan BBM, BBM sangat besar pengaruhnya ada inflasi," ucap Gusti.
Selain kenaikan listrik, tarif Pelni juga disebut akan mempengaruhi inflasi pada triwulan II di samping kenaikan pada sektor lainnya. BI memperkirakan laju inflasi di triwulan II 2014 pada kisaran 6,5 persen-7 persen (yoy), ditopang oleh kecukupan pasokan sejumlah komoditas bahan makanan, khususnya bumbu-bumbuan, sayur-sayuran dan ikan segar.
Ekonomi Tumbuh 5,21 Persen
Sepanjang triwulan I 2014, perekonomian Kepulaun Kepri tumbuh 5,21 persen, tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada triwulan IV 2013 yang hanya 5,02 persen. Angka tersebut sama dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang juga sebesar 5,21 persen.
Penguatan pada konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Kepri. "Peningkatan UMK dan penurunan laju inflasi mampu menjaga daya beli masyarakat Kepri di Triwulan I 2014. Selain itu, kegiatan kampanye dan persiapan Pemilu serta hari Raya Imlek juga menjadi pendorong pertumbuhan konsumsi," papar Gusti.
Sebaliknya, tren investasi melambat, antara lain dipengaruhi oleh sikap pengusaha yang cenderung menahan investasi hingga pemilu berakhir. Konsumsi pemerintah pengalami peningkatan di antaranya dalam rangka persiapan MTQ Nasional.
Sementara, dari sisi net ekspor mengalami penurunan yang disebabkan oleh menurunnya ekspor di hampir semua komoditas utama non migas. Hal itu karena faktor penurunan pesanan, permasalahan teknis di pabrik penghasil serta beberapa proyek baru di sub sektor besi dan baja yang masih dalam proses pengerjaan.
"Perlambatan dalam hal investasi ini tercermin melalui penurunan impor barang modal seperti mesin-mesin industri dan alat angkut industri sehingga investasi melambat dari 9,99 persen pada triwulan I 2014 ini," ujar Gusti Raizal Eka Putra.
Lebih lanjut, ia mengatakan, ekspor melambat cukup dalam dari 9,12 persen menjadi -1,90 persen. Dan impor juga searah dengan ekspor, impor juga tumbuh melambat dari 1,21 persen pada triwulan I 2013 menjadi -7,39 persen pada triwulan I 2014, dengan porsi impor migas 17,49 persen dan non migas sebesar 82,51 persen.
Dari sisi penawaran, pertumbuhan didorong oleh peningkatan sektor utama yaitu industri pengolahan, bangunan dan perdagangan, hotel, restoran yang masing-masing sebesar 4,63 persen, 15,21 persen, 6,74 persen, dibandingkan triwulan sebelumnya masing-masing 4,54 persen, 13,57 persen, dan 6,28 persen.
Hal ini didukung oleh kelancaran arus distribusi barang dan produksi sub sektor non utama seprti kertas dan barang cetakan hingga sub sektor makanan, minuman, tembakau serta sub sektor tekstil barang kulit, dan alas kaki. Begitu juga sub sektor bangunan yang menguat seknifikan dari 13,57 persen menjadi 15,21 persen pada triwulan 1 tahun 2014 yang ditopang oleh industri perumahan yang tetap marak di Kepri terutama di Batam dan Tanjungpinang.
Tekanan inflasi Kepulauan Riau berangsur menurun di triwulan I 2014. Laju inflasi pada triwulan I 2014 sebesar 7,75 persen (yoy), lebih rendah dibanding laju inflasi pada triwulan sebelumnya sebesar 8,24 persen (yoy). Penurunan laju inflasi dipengaruhi oleh semakin meredanya dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), serta kecukupan pasokan sejumlah bahan makanan khususnya bumbu-bumbuan.
"Trennya, pada periode Maret-April tahun lalu kita juga deflasi. Hal itu karena banyak produk pertanian panen. Kelompok bumbu-bumbuan sepanjang April 2014 mengalami penurunan harga -1,70 persen. Sementara, kelompok yang menahan laju deflasi adalah kelompok Barang Pribadi dan Sandang lainnya sebesar 1,00 persen," papar Gusti.
Perlambatan kinerja bank umum menyebabkan kinerja perbankan Kepri secara keseluruhan melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Bank umum mengalami perlambatan baik pada sisi aset, kredit maupun dana dengan angka pertumbuhan masing-masing menjadi sebesar 19,34 persen (yoy), 19,20 persen (yoy), dan 20,70 persen (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 28,03 persen (yoy), 22,18 persen (yoy), dan 33,29 persen (yoy).
Sebaliknya kinerja BPR masih menguat, baik pada sisi aset, kredit dan dana masing-masing dengan angka pertumbuhan menjadi sebesar 14,12 persen (yoy), 15,49 persen (yoy) dan 13,85 persen (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 12,95 persen (yoy), 13,21 persen (yoy) dan 9,97 persen (yoy). (Haluan Kepri / pti/cw88)
@
Tagged @ Batam Hari Esok
0 komentar:
Posting Komentar - Kembali ke Konten