informasi berita layaknya sebuah koran yang ada di batam

Mengupas Tuntas Penerapan Pajak Di Batam Terhadap Ponsel Mewah

Ponsel Mewah Kena Pajak G' sih?
BATAM HARI INI - Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Batam, Ahmad Ma'ruf Maulana mengingatkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk membuat pengecualian untuk Kawasan Perdagangan Bebas Batam terkait rencana penerapan Peraturan Pemerintah tentang pemberlakuan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn BM) terhadap penjualan ponsel (telepon seluler).
"Mestinya untuk daerah khusus ada pengecualian," kata Ma'ruf di Batam, Jumat (11/4).

Kata dia, Batam adalah Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang dalam UU disebutkan di daerah itu diperlakukan peraturan khusus, daerah non pabean Indonesia.

"Perlu diingatkan, mengacu ke peraturan terdahulu berbagai impor komoditas dibuat pengecualian. Kita berharap, PP PPNBM untuk ponsel juga berlaku sama, ada pengecualian," katanya. 

Ma'ruf mengingatkan pemerintah agar tidak lupa membuat pengecualian, seperti yang terjadi pada larangan impor komoditas hortikultura beberapa waktu yang lalu, hingga membuat masyarakat resah. Apalagi, ponsel murah sudah menjadi ikon Batam. Seluruh warga Indonesia mengenal Batam sebagai pusat penjualan ponsel termurah dan terbesar di Indonesia.

Kadin, kata Ma'ruf, sangat memahami kebijakan pemerintah dalam upaya meningkatkan pendapatan dari hasil penjualan barang mewah. Namun, harus diterapkan proporsional. Ia juga meminta pemerintah melakukan berbagai sosialisasi sebelum memberlakukan kebijakan pengenaan PPN BM terhadap ponsel di Batam.

"Sosialisasi harus di Batam, karena sentra ponsel Indonesia itu di Batam. Pemerintah harus bertemu dengan Dewan Kawasan," kata dia.

Mengenai penjualan ponsel di Batam, menurut dia hingga saat ini masih dikuasai ponsel impor.

"'Market share' bisa mencapai 98 persen, masih dominan ponsel impor," katanya.

Sementara itu, pengenaan PPnBM kini masih dibahas oleh Kemenperin dan Kementerian Perdagangan. Menteri Perindustrian MS Hidayat mengharapkan pengenaan PPnBM dapat diimplementasikan pada tahun ini. Industri ponsel dalam negeri mendapat tekanan hebat dari pasokan ponsel impor sehingga dibutuhkan kebijakan untuk melindungi produksi dalam negeri.

Sebagai gambaran, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2013 impor ponsel ke Indonesia mencapai 16.470 ton atau senilai Rp33,4 triliun atau setara dengan 2,79 miliar dolar AS. Ponsel juga menjadi komoditas dengan nilai impor terbesar kedua setelah komponen minyak dan gas bumi (migas). Sedangkan dalam kelompok nonmigas, ponsel yang merupakan barang konsumsi ini berada di urutan teratas.

Negara asal impor ponsel yang paling terbesar adalah Tiongkok dengan 13.116 ton atau 1,6 miliar dollar AS. Kemudian Vietnam dengan 1426 ton atau 607,1 juta dolar AS, dan selanjutnya Meksiko 239 ton atau senilai 203,6 juta dolar AS. 

Didukung ddan Ditolak

Dari Jakarta, Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) menolak usulan Kemenperin dan Kemendag terkait PPnBM untuk ponsel. APSI menilai jika wacana itu direalisasikan, bakal meningkatkan peredaran ponsel impor ilegal (black market) di Indonesia.

Ketua APSI Hasan Aula memprediksi, peredaran ponsel impor ilegal di Indonesia akan meningkat 50 persen karena harga ponsel impor resmi bakal naik dan konsumen harus menanggung kenaikan harga tersebut. 

“Ini akan membuat importir resmi tidak dapat bersaing dengan pemain black market,” kata Hasan di Jakarta.

APSI berpendapat, ponsel ilegal tidak dilindungi oleh layanan purna jual yang resmi dan terlatih. Selain itu, daya tahan produk ilegal sangat diragukan dan mengkhawatirkan.

Hasan melanjutkan, jika ponsel impor ilegal ini lebih diminati masyarakat, pemerintah akan kehilangan pajak dari sektor industri ponsel.

Menurut data APSI, jika aturan tersebut diberlakukan pemerintah bakal kehilangan pemasukan PPN sekitar Rp 5 triliun. Masih menurut data APSI, transaksi industri ponsel di Indonesia berkisar Rp 50 triliun dalam setahun.

Kemenperin menargetkan besarnya pungutan dan penerapan PPnBM ponsel akan diputuskan sebelum pergantian kabinet baru.

Tujuan pengenaan PPnBM untuk ponsel bertujuan memberi kesempatan kepada produsen ponsel dalam negeri agar mempercepat pertumbuhan industri dalam negeri dan menekan angka impor ponsel.

Sementara itu, PT Hartono Istana Teknologi selaku pemilik merek Polytron, menyatakan mendukung rencana pemerintah untuk mengenakan PPnBM kepada ponsel utuh yang diimpor ke Indonesia. Langkah ini dinilai mendorong pertumbuhan industri ponsel lokal yang merakit ponsel di Indonesia.

"Saya rasa yang kena PPnBM kan barang sudah jadi, sementara produksi ponsel lokal Polytron nantinya membeli komponen saja," ujar Santo Kadarusman, Public Relation & Marketing Event Manager Polytron.

Pemerintah memang mendorong para produsen lokal, importir, dan investor, agar dalam waktu tiga tahun mendatang bisa membangun fasilitas produksi di Tanah Air. Rencana tersebut hingga kini sedang berjalan.

Para pemain lokal merasa pemerintah perlu memberi insentif untuk mendorong industri perakitan ponsel, salah satunya dengan menekan biaya bea masuk komponen ponsel yang selama ini terbilang tinggi.

Ketua APSI Bidang Teknologi, Usun Pringgodigdo berpendapat, produsen lokal selama ini terbebani oleh bea masuk komponen ponsel yang mencapai 5 hingga 15 persen. “Pemerintah perlu kasih insentif ke pemain lokal dengan bea masuk komponen yang lebih rendah dibandingkan ponsel utuh,” katanya.

Selain itu, rencana pemerintah ini juga harus diikuti oleh pengawasan yang ketat agar ponsel ilegal tidak masuk ke Indonesia. APSI menyarankan pemerintah mendata setiap IMEI ponsel impor resmi yang masuk ke Indonesia.

Data tersebut nantinya digunakan oleh operator telekomunikasi yang memberi layanan jaringan nirkabel dan internet untuk pengguna ponsel. Nantinya, jaringan operator telekomunikasi itu hanya aktif dan melayani pengguna ponsel yang IMEI-nya tercatat di data pemerintah. (Haluan Kepri / ant/kcm)



@



0 komentar:

Posting Komentar - Kembali ke Konten

Mengupas Tuntas Penerapan Pajak Di Batam Terhadap Ponsel Mewah